Festifal Kerontjong 2019, Meriahkan Milad Syariah
Dalam rangka menyambut milad Fakultas Syariah IAIN Purwokerto ke 22, Dema Fakultas Syariah turut memeriahkan momen ini dengan menyelenggarakan festival kerontjong 2019. Acara ini berlangsung pada hari Senin, 11 November 2019, bertempat di pelataran Fakultas Syariah. IAIN Purwokerto secara historis merupakan hasil upaya para ulama dan intelektual Muslim saat itu dalam mengembangkan studi Islam di Indonesia. IAIN Purwokerto (dulu STAIN Purwokerto) awalnya menginduk kepada IAIN Sunan Kalijaga, dalam perjalanan waktu, STAIN Purwokerto resmi berdiri sendiri sebagai Perguruan Tinggi yang independen.
Festival ini dibuka secara resmi oleh Wakil Dekan III yaitu Bani Syarif Maula, M. Ag., LL.M. Dalam sambutannya, Pak Bani (sapaan akrab Wadek III) menyampaikan bahwa festival ini merupakan festival yang cukup baru di lingkungan Fakultas Syariah, karena biasanya festival seni di lingkungan Fakultas Syariah hanya seputar Hadrah, Marawis dan lain sebagainya. Festival-festival semacam ini menunjukan bahwa Islam dan budaya lokal tidak untuk dipertentangkan. Budaya bisa menjadi instrumen agama. Islam tidak selalu resisten terhadap budaya yang hidup di masyarakat. Sekaligus festival ini mengakomodasi nilai-nilai dan budaya keindonesiaan.
Acara ini diikuti oleh beberapa komunitas kerontjong dari berbagai Perguruan Tinggi di lingkungan Kabupaten Banyumas dan Jawa Tengah secara umum. Acara ini dilatarbelakangi sebagai bentuk akamodasi terhadap nilai-nilai budaya keindonesiaan yang saat ini mulai kurang mendapatkan tempat di tengah masyarakat, sehingga acara ini mendapat apresiasi dari kalangan pegiat seni dan masyarakat pada umumnya.
Relasi Islam dan budaya lokal-keindonesiaan seringkali dihadapkan pada posisi yang hegemonik, saling mendominasi dan bahkan bersifat apriori. Secara historis, Islam sangat menyantuni budaya yang ada di tengah masyarakat. Islam tidak menghegemoni budaya, tetapi lebih bersifat santun dan akamodatif terhadap budaya selagi tidak bertentangan dengan prinsip dasar syariat. Hal ini dibuktikan pada realitas masuknya Islam ke Indonesia yang dibawa oleh para wali melalui pendakatan budaya.
Para peserta dan masyarakat sangat menikmati pertunjukan dan perlombaan ini. Harapannya, acara semacam ini dapat terus berlangsung dan dikembangkan pada acara-acara lainnya. Wawasan yang kebudayaan sangat penting untuk membekali mahasiswa dan masyarakat luas agar dapat lebih mencintai Indonesia dan tidak selalu mempertentangkan antara Islam dan Budaya. (IZ)