Mahasiswa Fakultas Syari’ah kunjungi Mahkamah Konstitusi

Sebanyak 55 mahasiswa dan pimpinan Fakultas Syari’ah  yang terdiri dari Dekan Fakultas Syari’ah Dr. Syufa’at, M.Ag., Wadek III Bani Syarif Maula, M.Ag., LL.M., Kaprodi HTN Hariyanto, M.Hum. Fakultas Syari’ah IAIN Purwokerto berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (23/5). Peneliti MK Nallom Kurniawan menerima kunjungan tersebut di Ruangan Konferensi Gedung MK.

Dalam paparannya, Nallon memaparkan posisi MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. “Mahkamah Konstitusi sangat berperan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia karena putusan-putusan MK yang dikabulkan ikut mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia,” jelasnya.

Nallom kemudian memaparkan sejarah MK di dunia. Menurutnya, MK pertama kali didirikan di Cekoslowakia pada tahun 1920, namun yang lebih dikenal sebagai MK pertama di dunia adalah MK Austria. Sesudah itu, barulah ide pembentukan MK ditiru dan diikuti oleh negara-negara lain. MK Republik Indonesia sendiri resmi terbentuk pada tahun 2003. Saat ini, tercatat 78 negara yang memiliki lembaga MK di luar struktur Mahkamah Agung.

“Ide pembentukan lembaga ini bermula dari usulan Prof. Hans Kelsen, seorang Ahli Hukum Tata Negara terkenal, yaitu ketika ia diangkat menjadi penasihat ahli dalam rangka ide perancangan Konstitusi baru Austria pada tahun 1919. MK di Indonesia lahir pada pascareformasi 1998. Adanya Mahkamah Konstitusi di Indonesia dipelopori oleh perubahan UUD 1945 pada 2001 yang terjadi hingga empat tahap,” papar Nallom.

Nallom menjelaskan Hakim Konstitusi di MK Indonesia berasal dari tiga unsur, yaitu Pemerintah, DPR dan Mahkamah Agung yang masing-masing berjumlah tiga orang.“Para Hakim Konstitusi memang berasal dari tiga unsur yang berbeda. Namun saat mereka sudah menjabat sebagai Hakim Konstitusi, maka mereka harus mencopot semua gelar, pangkat yang mereka bawa dari masing-masing unsur tersebut. Mereka menjadi seorang yang negarawan sesuai syarat menjadi Hakim Konstitusi,” tutur Nallom.

Dalam menjalankan tugasnya, sambung Nallom, MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban, yakni menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus sengketa pemilihan umum, dan memutus pembubaran partai politik. Adapun kewajiban MK adalah memutus pendapat DPR apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum.

Sementara itu, Kaprodi Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah IAIN Purwokerto Hariyanto menjelaskan tujuan dari kunjungan tersebut.  “Kunjungan ke MK sebagai studi bagi mahasiswa kami yang sebagai karya pusat mereka yang nantinya akan dituangkan ke dalam tugas akhir studinya nanti dan menjadikan penyemangat bagi para mahasiswa itu sendiri,” kata Hariyanto yang juga menjadi moderator dalam kunjungan tersebut. (Deri A/lul)

 

Leave a Comment