THE LOST SCHOOLS OF ISLAMIC JURISPRUDENCE

THE LOST SCHOOLS OF ISLAMIC JURISPRUDENCE

Secara bahasa, mazhab merupakan bentuk isim makan dari kata “zahaba”, artinya jalan atau tempat yang dilalui. Sedangkan menurut istilah, mazhab dapat diartikan sebagai aliran dalam hukum Islam (fikih) yang memiliki metodologi dan hasil pemikiran yang memiliki ciri khas tertentu serta diikuti oleh sekumpulan umat Islam.

Dalam perkembangan fiqh di kenal beberapa mazhab fiqh. Berdasarkan keberadaannya, mazhab fiqh ada yang masih utuh dan dianut masyarakat tertentu dan ada pula yang telah punah.

Di kalangan ahlussunnah, ada empat mazhab besar yang masih bertahan hingga sekarang dan diikuti oleh umat Islam yakni mazhab Hanafi, mazhab, Maliki, mazhab Syafi’I, dan mazhab Hanbali.

Di kalangan syi’ah, mazhab fiqh Syiah yang populer adalah Syiah Zaidiyah dan Syiah Imamiyah. Mazhab Zaidiyah dikaitkan kepada Zaid bin Ali Zainal Abidin (w. 122 H./740 M.), seorang mufasir, muhaddits, dan faqih di zaman-nya. Yang kedua adalah mazhab Imamiyah, di mana pendirinya adalah Ja’far as-Sadiq dan kemudian disebarluaskan oleh  Abu Ja’far Muhammad bin Hasan bin Farwaij as-Saffar al-A’raj al-Qummi.

Di kalangan khawarij terdapat mazhab Ibadi yang masih bertahan sampai sekarang. Mazhab Ibadi dinisbahkan kepada Abdullah bin Ibad at-Tamimi yang wafat tahun 86 H pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Beliau pernah belajar pada Jabir bin zaid, seorang tokoh tabi’in. Bahkan dalam mazhab ibadiyah, Jabirlah yang dianggap sebagai pendiri mazhab yang pertama. Saat ini mazhab Ibadi berkembang di daerah Oman dan Afrika selatan, Al-Jazair, Libya dan Tunis.

Selain mazhab-mazhab besar di atas, sebenarnya ada mazhab-mazhab lain yang pernah lahir dalam sejarah Islam. Namun seriring perkembangan zaman, mazhab-mazhab tersebut mulai kehilangan pengikut dan kemudian punah. Sekalipun mungkin ada sebagian pendapat mazhab tersebut dianut sebagian ulama atau masyarakat, hal tersebut hanya merupakan salah satu pendapat yang menjadi alternatif untuk menjawab kasus tertentu. Selain itu, mazhab tersebut dinyatakan punah karena pendapatnya tidak dibukukan sehingga tidak terpublikasikan secara luas, sehingga pengikutnya pun tidak ada. Beberapa mazhab fikih yang telah punah di antaranya yaitu:

  1. Mazhab al-Auza’i

Tokoh pendirinya adalah Abdurrahman al-Auza’i (88-157 H.). Ia adalah seorang ulama fiqh terkemuka di Syam (Suriah) yang hidup sezaman dengan Imam Abu Hanifah. Ia dikenal sebagai salah seorang ulama besar Damaskus yang menolak qiyas.

Mazhab al-Auza’i pernah dianut oleh masyarakat Suriah sampai Mazhab Syafi’i menggantikannya. Mazhab ini juga dianut masyarakat Andalusia, Spanyol, sebelum Mazhab Maliki berkembang di sana. Pemikiran Mazhab al-Auza’i saat ini hanya ditemukan dalam beberapa literatur fiqh (tidak dibukukan secara khusus). Pemikiran al-Auza’i dapat dilihat dalam kitab fiqh yang disusun oleh Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari (w. 310 H./923 M.; mufasir dan faqih) yang berjudul Ikhtilaf al-Fuqaha, dan dalam kitab al-Umm yang disusun Imam asy-Syafi’i. Dalam al-Umm, asy-Syafi’i mengemukakan perdebatan antara Imam Abu Hanifah dan al-Auza’i, serta antara Imam Abu Yusuf dan al-Auza’i. Menurut Ali Hasan Abdul Qadir (ahli fiqh dari Mesir), Mazhab al-Auza’i tidak dianut lagi oleh masyarakat sejak awal abad kedua Hijriyah.

  1. Mazhab as-Sauri

Tokoh pemikirnya adalah Sufyan as-Sauri (w. 161 H./778 M.). Ia juga sezaman dengan Imam Abu Hanifah dan termasuk salah seorang mujtahid ketika itu. Akan tetapi, pengikut as-Sauri tidak banyak. Ia juga tidak meninggalkan karya ilmiah. Mazhab ini pun tidak dianut masyarakat lagi sejak wafatnya penerus Mazhab as-Sauri, yaitu Abu Bakar Abdul Gaffar bin Abdurrahman ad-Dinawari pada tahun 406 H. Ia adalah seorang mufti dalam Mazhab as-Sauri di Masjid al-Mansur, Baghdad.

  1. Mazhab al-Lais bin Sa’ad

Tokoh pemikirnya adalah al-Lais bin Sa’ad. Menurut Ali Hasan Abdul Qadir, mazhab ini telah punah dengan masuknya abad ke-3 H. Al-Syafi’i mengakui bahwa al-Laits ini lebih pandai dalam soal fiqh dari pada Imam Malik. Akan tetapi pengikut-pengikutnya tidak bersungguh-sungguh mengembangkan mazhabnya sehingga lenyap. Madzhab al-Laits lenyap pada pertengahan abad ke-3 H.[6] Salah satu pendapatnya yang terkenal namun dikritik oleh ulama lain adalah tentang hukuman berpuasa berturut-turut selama dua bulan terhadap seorang pejabat di Andalusia yang melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan Ramadlan.  Dalam fatwanya, al-Lais tidak menerapkan urutan hukuman yang ditetapkan Rasulullah SAW yakni dengan urutan memerdekakan budak, memberi makan fakir miskin, baru berpuasa dua bulan berturut-turut.

  1. Mazhab ath-Thabari

Tokoh pemikirnya adalah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari atau Ibnu Jarir ath-Thabari (w. 310 H.). Menurut Ibnu Nadim (w. 385 H./995 M.; sejarawan), ath-Thabari merupakan ulama besar dan faqih di zamannva. Di samping seorang faqih, ia juga dikenal sebagai muhaddits dan mufassir. Kitabnya di bidang tafsir masih utuh sampai sekarang dan dipandang sebagai buku induk di bidang tafsir, yang dikenal dengan nama Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an. Di bidang fiqh ath-Thabari juga menulis sebuah buku dengan judul Ikhtilaf al-Fuqaha.

Dalam bidang fiqh, ath-Thabari pernah belajar fiqh Mazhab Syafi’i melalui ar-Rabi bin Sulaiman di Mesir, murid Imam asy-Syafi’i. Akan tetapi, tidak banyak ulama dan masyarakat yang mengikuti pemikiran fiqh ath-Thabari, sehingga sejak abad ke-4 H mazhab ini tidak mempunyai pengikut lagi.

  1. Mazhab az-Zahiri

Tokoh pemikirnya adalah Daud az-Zahiri yang dijuluki Abu Sulaiman. Pemikiran mazhab ini dapat ditemui sampai sekarang melalui karya ilmiah Ibnu Hazm, yaitu kitab al-Ahkam fi Usul al-Ahkam di bidang usul fiqh dan al-Muhalla di bidang fiqh.

Sesuai dengan namanya, prinsip dasar mazhab ini adalah memahami nash (Al-Qur’ an dan sunnah Nabi SAW) secara literal, selama tidak ada dalil lain yang menunjukkan bahwa pengertian yang dimaksud dari suatu nash bukan makna literalnya. Sekalipun para tokoh Mazhab az-Zahiri banyak menulis buku di bidang fiqh, mazhab ini tidak utuh karena pengikut fanatiknya tidak banyak. Akan tetapi, dalam literatur-literatur fiqh, pendapat mazhab ini sering dinukilkan ulama fiqh sebagai perbandingan antar mazhab. Mazhab ini pernah dianut oleh sebagian masyarakat Andalusia, Spanyol. (Ay/jx)

 

Leave a Comment